Menemukan Arti Pemberdayaan: Sebuah Catatan Magang di Bengkel APPeK NTT

Ketika pertama kali menapakkan kaki di kantor Bengkel APPeK di Kupang, saya seperti membuka pintu menuju dunia yang selama ini hanya saya baca di buku dan dengar lewat cerita. Kantor yang terletak di Jalan Raya Baumata Penfui itu mungkin terlihat sederhana dari luar, namun di dalamnya, semangat perjuangan terasa menyala, hangat, nyata, dan hidup. 

Aroma kopi Flores yang khas dan senyum hangat para staf menjadi sambutan pertama saya. Di sudut-sudut ruangan, diskusi-diskusi kecil berlangsung dengan penuh semangat, membahas berbagai strategi pemberdayaan masyarakat, riset advokatif, hingga kerja-kerja advokasi non-litigasi untuk kelompok rentan.

Sebagai anak magang, saya datang dengan semangat ingin belajar. Namun saya tak pernah menyangka bahwa pengalaman ini akan menjadi perjalanan yang membentuk cara pandang saya terhadap dunia.

Kegiatan pertama yang saya ikuti adalah konsultasi publik draf Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim (RAD API) provinsi Nusa Tenggara Timur yang digelar di Hotel Harper. Ruang pertemuan penuh sesak oleh perwakilan pemerintah provinsi, BAPPENAS, akademisi, dan aktivis masyarakat sipil. Diskusi yang terjadi sangat dinamis, bahkan sesekali emosional karena semua berbicara tentang hal yang sangat dekat di hati mereka.

Beberapa minggu setelah itu, saya ditugaskan mendampingi panitia dalam kegiatan Temu Inspiratif “Aksi Nyata Mitigasi dan Adaptasi Iklim Nusantara” di Hotel Sasando. Saya bertugas membantu logistik dan menemani narasumber—dari aktivis lingkungan, akademisi, hingga pegiat komunitas adat.

Acara ini lebih dari sekadar seminar. Ini adalah panggung berbagi strategi nyata menghadapi krisis iklim—dari praktik reboisasi di desa-desa kering, sistem pertanian ramah lingkungan, hingga pengelolaan air berbasis komunitas. Saya terkesan mendengar cerita tentang bagaimana petani di Lembata berhasil meningkatkan hasil panen sambil tetap menjaga lingkungan. Diskusi yang hangat dan penuh semangat itu menyadarkan saya "perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil di komunitas".

Di penghujung masa magang, saya ikut serta dalam program Sekolah Aman di SDN Dendeng, dan peresmian perpustakaan di SDN Manefu. Di SDN Dendeng, kami mengajak siswa dan guru belajar tentang pentingnya lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan ramah terhadap semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Interaksi dengan para siswa—dengan tawa polos dan pertanyaan-pertanyaan mereka yang jujur—membuat saya sadar betapa pentingnya menanamkan nilai cinta lingkungan sejak usia dini.

Puncak kebahagiaan saya adalah saat membantu peresmian perpustakaan Sekolah Aman di SDN Manefu. Saya ikut menata buku-buku, menggantung dekorasi sederhana, dan membantu jalannya acara. Melihat wajah-wajah anak-anak bersinar saat mereka membuka buku cerita pertama mereka adalah momen yang takkan saya lupakan. Di perpustakaan kecil itu, saya melihat harapan yang tumbuh di sudut-sudut rak buku.

Magang di Bengkel APPeK bukan hanya soal mengisi waktu kuliah atau mencari pengalaman kerja. Ini adalah perjalanan belajar yang membentuk hati dan cara pandang saya. Saya belajar bahwa kerja pemberdayaan tidak selalu glamor, ia hadir dalam bentuk kecil "diskusi warga di balai desa, perpustakaan sederhana di pelosok, atau semangat petani menjaga hutan kecilnya. Tapi dari hal-hal kecil itulah, perubahan besar bisa bermula".

Kini, saya membawa pulang bukan hanya kenangan, tapi juga semangat. Semangat untuk terus terlibat dalam kerja-kerja kemanusiaan, di mana pun saya berada. Karena dari Bengkel APPeK, saya belajar "perubahan sejati lahir dari keberpihakan yang tulus, dan keberpihakan itu dimulai dengan mendengarkan".

#Tagline :

• NTT
• Magang
• Mahasiswa
• Benkel APPeK NTT