Diseminasi Hasil Riset Konflik Kepentingan PBJ di Provinsi NTT
Details
By Naldo Jebadu
Naldo Jebadu
Hits: 628
bengkelappek.org, Pengadaan barang dan jasa adalah kebijakan sentral dalam distribusi sumber daya publik yang terkait erat dengan kekuasaan serta berbagai kepentingan ekonomi politik yang menyertainya.
Salah satu peneliti Bengkel APPeK, Eston Niron, menyampaikan penelitian ini dengan dua studi kasus yaitu Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair dan Monumen Pancasila Tahun Anggaran 2018 yang dipaparkan di Sotis Hotel, Jumat (24/02/2023).
“ICW bersama Bengkel APPeK, kurang lebih selama 5 bulan melakukan penelitian bertajuk Riset Konflik Kepentingan Pengadaan Barang Dan Jasa di Provinsi NTT”, ujarnya.
Pembangunan Pameran Kawasan NTT Fair
Merujuk pada Kontrak Kerja Nomor: PRKP-NTT/643/487/BID.3CK/V/2018, tertanggal 14 Mei 2018, mewajibkan PT. Cipta Eka Puri dalam kapasitasnya sebagai kontraktor pelaksana, harus mengerjakan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR mempergunakan anggaran sesuai dengan nilai kontrak proyek sebesar Rp.29.919.120.500 dan masa pelaksanaan proyek selama 220 hari kalender, terhitung mulai tanggal 14 Mei 2018 hingga 29 Desember 2018.
“Namun dalam proses pelaksanaannya proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR belum rampung hingga batas waktu (kalender kerja) yang telah ditentukan dan telah diperpanjang waktu pengerjaannya selama 50 hari, kemudian ditambah lagi waktu 40 hari. Namun kontraktor pelaksana (PT. Cipta Eka Puri) tidak mampu merampungkan atau menyelesaikan pekerjaan tersebut”, papar Eston.
Menurutnya dalam perkembangannya, proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR terhitung sampai dengan akhir masa perpanjangan waktu pengerjaan proyek tersebut, yakni 31 Maret 2019, progres pengerjaan proyek hanya mencapai 54,8%. Sementara itu, anggaran Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR ternyata sudah dicairkan 100%.
Konflik Kepentingan Vertikal dan Horizontal Proyek NTT Fair
Eston mengatakan konflik kepentingan vertikal dalam PBJ Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair Tahun 2018 dapat terjadi karena adanya relasi kuasa dan kepentingan ekonomi-politik antara aktor pemerintah dan pengusaha (penyedia).
“Pihak pemerintah dalam hal ini Yuli Afra (Kadis PRKP/Kuasa Pengguna Anggaran), Dona Toh (Pejabat Pembuat Komitmen) melakukan kompromi dan negosiasi dengan Linda Liudianto (Kuasa PT.Cipta Eka Puri) untuk meloloskan PT. Cipta Eka Puri yang secara kualifikasi belum mampu mengelola proyek dengan anggaran mencapai Rp 30 miliar, dengan motivasi mendapatkan fee 1,5% dari nilai kontrak atau minimal sebesar Rp 450 juta”, ujarnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan kasus proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR, POKJA ULP Jasa Konstruksi meloloskan PT. Cipta Eka Puri.
“Faktanya PT. Cipta Eka Puri tidak memenuhi syarat administrasi dan seharusnya digugurkan ini berdasarkan putusan PN Kupang Nomor 42/Pid.Sus-TPK/2019/PN Kpg”, lanjutnya.
Selanjutnya juga putusan pengadilan terkait kasus proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR memberikan gambaran yang jelas soal relasi kuasa antara para penyedia dengan PPK dalam proses tender PBJ.
“Dalam rangka memenangkan pelelangan NTT Fair, Ferry Jhons Pandie juga melakukan kerja sama dengan Dona Fabiola Tho selaku PPK dengan kesepakatan fee 17,5%”,ungkapnya.
Sedangkan konflik kepentingan horizontal, eston dalam pemaparan mengatakan terlihat adanya relasi kuasa dan kepentingan ekonomi-politik antara para penyedia dalam proses penawaran pengadaan barang dan jasa (PBJ) .
“Linda Liudianto meminta Samsul Rizal, Bayu Muhammad Yunus dan Ade Iskandar untuk mencarikan perusahaan yang dapat dipinjam untuk mengikuti lelang Pekerjaan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan Pameran NTT Fair Tahun Anggaran 2018 dengan syarat kesepakatan memberikan fee sebesar 2% dari nilai kontrak pekerjaan”, lanjutnya.
Kemudian Hadmen Puri selaku Direktur PT. Cipta Eka Puri menyetujui untuk meminjamkan perusahaan PT. Cipta Eka Puri kepada Linda Liudianto dengan kesepakatan fee bagi perusahaannya sebesar 1,5% dari nilai kontrak.
“Terlihat jelas ada motivasi untuk mendapatkan keuntungan financial bahkan kuntungan pribadi berupa fee proyek”, ungkap Eston.
Pembangunan Monumen Pancasila
Proyek Pembangunan Monumen Pancasila sebetulnya bermasalah sejak tahap perencanaan dan penganggaran yang tidak jelas baik regulasi maupun waktu penetapan. Ketidakjelasan ini nampak pada proses perencanaan yang menggunakan APBD namun tidak tertuang dalam RPJMD provinsi NTT.
“Proyek dengan nilai anggaran sangat fantastis sebesar 31 miliar tersebut harus dipungut dari berbagai sumber, mulai dari APBD, sumbangan pengusaha, politisi, TNI-POLRI, pejabat BUMN/BUMD, sumbangan ASN melalui pemotongan dana kesra sesuai eselon dengan rincian non eselon Rp 100 ribu, eselon IV Rp 250 ribu, eselon III 500 ribu, dan eselon II sebesar Rp 1 juta per orang sehingga dana terkumpul mencapai Rp 1 miliar”, papar Eston.
Ironisnya, dalam perkembangan proyek Pembangunan Monumen Pancasila justru terbengkalai dan mangkrak.
“Hal ini terjadi karena proses perencanaan yang tidak matang, disorientasi dan konflik kepentingan serta dugaan korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) dari proyek tersebut”,lanjutnya.
Konflik Kepentingan Pembangunan Monumen Pancasila
Konflik kepentingan dalam PBJ Pembangunan Monumen Pancasila 2018 dapat terjadi karena adanya relasi kuasa dan kepentingan ekonomi-politik antara berbagai actor yakni Yulia Afra selaku Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi NTT (Kuasa Pengguna Anggaran) dan Dona Fabiola Tho sebagai Kabid Cipta Karya PUPR (Pejabat Pembuat Komitmen) dan Hengki Ezar selaku Direktur Utama PT. EROM dalam tata kelola proyek Pembangunan Monumen Pancasila.
“PT. EROM selalu bermasalah dalam pekerjaan berbagai proyek pemerintah di NTT akan tetapi panitia PBJ sering memoloskan penyedia tersebut”, ujarnya.
Ia kemudian memaparkan rekam jejak kinerja PT. EROM dalam pengerjaan berbagai proyek pemerintah di daerah, maka seharus pihak pemerintah provinsi NTT (Pengguna Angggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran) memberikan sanksi “daftar hitam” bagi PT. EROM.
“Sanksi daftar hitam merupakan sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/penyedia berupa larangan untuk mengikuti pengadaan barang/jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu”, ungkapnya.
Tipologi dan Motivasi Konflik Kepentingan
Peneliti Bengkel APPeK, Eston Niron, menyampaiakn tipologi Konflik Kepentingan; Pembangunan Monumen Pancasila tahap perencanaan dan penganggaran tidak direncanakan dengan baik.
“Pembangunan monumen pancasila berawal dari masyarakat sipil, niat hibah tanah yang memiliki kepentingan, PA dan PPK”, paparnya.
Poin Rekomendasi
Peneliti ICW, Dewi Anggraeni mengatakan penelitian dengan topic konflik kepentingan pengadaan barang dan jasa tidak hanya dilakukan di NTT.
Dewi menyebut hasil kajian ini akan direkomendasikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia mengatakan poin hasil kajian yang akan direkomendasikan terkait dengan konflik kepentingan PBJ, yakni:
Pertama, Pengambil kebijakan fokus membenahi PBJ dengan disertai pembenahan pada aspek politik dan birokrasi.
Kedua, Pemerintah dalam merancang UU PBJ memasukkan ketentuan penanganan konflik kepentingan yang lebih memadai dan implementatif, diantaranya dengan: Memperjelas definisi Memperluas bentuk konflik kepentingan dalam pasal 7 Perpres PBJ.
Memperbarui indikasi konflik kepentingan dan persaingan usaha tidak sehat.
Memfokuskan pencegahan konflik kepentingan dengan identifikasi memadai.
Memperjelas tugas dan kewenangan pihak-pihak dalam menangani konflik kepentingan dalam PBJ Memperkuat penanganan konflik kepentingan dalam PBJ melalui pengaturan dalam Peraturan Menteri PAN-RB No. 37 Tahun 2012 beserta Pergub turunannya.
Ketiga, Peningkatan kedisiplinan membuka informasi rencana dan realisasi PBJ dalam situs SiRUP dan LPSE. Perlu ada pihak yang secara reguler memonitor dan mengevaluasi apakah PBJ sudah secara lengkap dan tepat waktu dipublikasi melalui situs tersebut.
Keempat, Menguatkan peran APIP dalam pengawasan PBJ, misalnya dengan probity audit.
Kelima, Membangun sistem kolaboratif antar pihak yang strategis terlibat dalam pencegahan konflik kepentingan dalam PBJ, seperti APIP, KPPU, LKPP, dan Biro PBJ.
Keenam, Dilakukan penelitian lanjutan mengenai akselerasi regulasi penanganan konflik kepentingan dalam PBJ beserta strategi implementasinya.
Aktif mendampingi dan melakukan kegiatan advokasi dengan masyarakat Kabupaten Kupang, Memiliki Spesialisasi di Bidang Pemantauan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Education
Menyelesaikan S1 Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Tahun 2018.
Bengkel Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung
Tentang Kami
Kami adalah Organisasi Berbadan Hukum, Perkumpulan Nirlaba yang Melakukan Fasilitasi dan Implementasi Langsung dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Rentan, Perempuan, dan anak pada Komunitas Desa-Kelurahan, serta Pengembangan TKLD di Berbagai Level.
Alamat
Kantor Bengkel APPeK
Jalan Raya Baumata Penfui Lingkungan Kampung Baru, RT 024/RW 011 Kelurahan Penfui, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang - Nusa Tenggara Timur