Membawa Suara Kaum Perempuan Dalam Lapangan Perjuangan
Oleh : Gantur Liem
Anggota Peneliti
Details
By Gantur Liem
Gantur Liem
Hits: 2316
Wacana seputar politik dan perempuan telah menjadi isu sentaral menghiasi ruang-ruang publik. Banyak konsep tentang kesetaraan perempuan dalam bidang politik menjadi tema dalam diskursus di ruang publik. Tujuannya adalah mencari titik temu antara perempuan dan laki-laki agar sejajar dalam dunia perpolitikan.
Namun apa mau dikata kiprah perpolitikan kaum perempuan mendulang hasil yang kurang memuaskan, contohnya di Kabupaten Kupang dari 35 anggota Legislatif yang terpilih dan terbagi atas 4 daerah pemilihan, hanya 5 perempuan yang duduk menjadi wakil dari total keseluruhan perempuan di Kabupaten Kupang .
Kalau mau disimak terkait dengan hasil keterpilihan pemilu legislatife tahun 2OO9, total 3O orang anggota legislatif di Kabupaten Kupang, hanya 1 orang anggota legislatif perempuan, dan ketika kita berpindah ke tahun 2O14, dari total 35 anggota legislatif ada 5 orang anggota legislatif perempuan. Ini memang salah satu dampak dari masyarakat yang semakin sadar akan politik khususnya yang paham mengenai konsep kesetaraan yang erat kaitannya mengenai penyuaraan akan hak-hak kaum perempuan di kabupaten Kupang yang bisa dikatakan hilang tak ada arah dan redup.
Bengkel APPeK, sebagai salah satu NGO di NTT yang bergerak khusus dalam pendidikan politik untuk kaum perempuan marginal, di Kota dan Kabupaten Kupang, selalu melakukan kegiatan baik itu pendampingan maupun pertemuan-pertemuan dengan mengundang para caleg perempuan dari semua partai politik untuk melakukan dialog dan diskusi-diskusi, hal ini dimaksudkan agar kaum perempuan benar-benar mengerti dan sadar mengenai apa yang menjadi kebutuhan mereka dan kepada siapa mereka harus berharap untuk bisa memperjuangkan kebutuhan mereka yang hanya bisa di mengerti oleh sesama perempuan.
Banyak pandangan dan pendapat tentang apa itu politik “politik itu kotor, politik itu hanya untuk kaum laki-laki dan lain-lain, menjadi bayang-bayang yang sangat menakutkan bagi kalangan kaum hawa. Aktivitas perempuan dipanggung politik masih merupakan sesuatu yang dianggap tabu. Hal ini berarti berkecimpung dalam dunia politik adalah dianggap tidak baik. Dengan anggapan ini kemudian muncul pandangan bahwa, berpolitik terutama bagi perempuan adalah tidak pantas. Politik hanya pantas untuk laki-laki. Stigma negatif inilah yang telah menyurutkan kaum perempuan untuk masuk ke gelanggang politik.
Dominasi kaum laki-laki dalam panggung politik, mencampakkan kaum perempuan ke dalam tabung egoisme budaya patriarki. Menguat dan bertahannya paham adat lama (budaya patriarki) senantiasa memposisikan perempuan sebagai kelompok kelas dua (inferior). Resistensi terhadap budaya ini telah memperkokoh kedudukan laki-laki sebagai figur sentral dalam seluruh aspek kehidupan, hal inilah yang membuat perempuan terbuang dalam kubang ketidakberdayaan. Membuat kaum perempuan terpinggirkan dari hak-hak politiknya.
Banyak wacana yang berkembang menyatakan wilayah perempuan adalah melahirkan dan mengasuh anak, dan lebih ekstrim lagi wilayah perempuan adalah dapur. Fenomena sosial yang timpang itu telah mengundang berbagai persoalan dalam masalah peran dan posisi gender antara laki-laki dan perempuan. Keduanya bukan lagi dipandang sama, setara dan sejajar. Walaupun secara mendasar, wanita memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam kiprah perpolitikan. Sejumlah konsep-konsep politik seperti kompetisi, partisipasi politik serta kebebasan selama ini pada umumnya masih dikuasai oleh kaum kuat (laki-laki). Jadi sangat jelas bahwa konsekuensi logis dari persaingan untuk berkuasa dan menguasai barang-barang langka tersebut adalah menang dan kalah. Siapa yang kuat dialah yang menang, siapa yang lemah dialah yang kalah.
Dunia politik yang demikian seolah-olah menjadi wilayah sakral yang hanya pantas dihuni oleh kaum kuat (laki-laki) saja. Dunia politik maskulin telah menutup pintu bagi kaum hawa untuk berpolitik secara adil didalamnya. Fenomena politik yang demikian buram ini dapat kita amati dalam konstelasi politik lokal maupun nasional. Dimana masih bertahannya wajah-wajah lama dalam panggung politik (legislatif) yang umumnya didominasi wajah kaum maskulin.
Terbukanya pintu politik melaui kuota 30%, yang merupakan legitimasi dari undang-undang pemilu, memberikan ruang bagi keterwakilan perempuan sebagai caleg dari partai politik maupun di parlemen. Namun kenyataannya tidaklah demikian, pencantuman kuota 30% bagi perempuan ternyata tidak cukup untuk mewujudkan partisipasi politik perempuan, karena hal ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterwakilan perempuan di parlemen, pencantuman kuota 30% hanyalah sebuah rumusan politik semata. Pencantuman kuota 30% hanya sekedar sarat yang terkesan ’’basa-basi’’ untuk menyenangkan kaum perempuan karena pada akhirnya wajah laki-laki (maskulin) lebih banyak yang masuk ke parlemen.
Keterbatasan akses terhadap bidang politik membuat perempuan mengalami kesulitan dalam mempejuangkan kepentingannya. Hal ini terjadi bukan karena tanpa alasan, selain kuatnya paham dan budaya patriarki yang menghegemoni kehidupan, perempuan juga mengalami berbagai persoalan seperti kemampuan intelektual yang sangat terbatas. Rendahnya kemampuan intelektual memungkinkan perempuan untuk sulit menerobos dominasi laki-laki dalam panggung politik. Dengan demikian membincangankan kesetaraan perempuan dalam panggung politik tanpa ditunjang dengan sumberdaya atau kapasitas intelektual yang memadai itu dibaratkan seperti mencari jajak dalam air.
Diskriminasi atau peminggiran politik terhadap perempuan menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah diselesaikan. Kondisi yang demikian itu bukan berarti bahwa peluang untuk sejajar dengan laki-laki dalam kiprah perpolitikan adalah tidak mungkin. Perjuangan harus ada yang paling penting perempuan harus berani maju dan tampil menunjukan eksistensinya, tanpa mengharapkan pamrih dari kaum laki-laki.
Bengkel Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung
Tentang Kami
Kami adalah Organisasi Berbadan Hukum, Perkumpulan Nirlaba yang Melakukan Fasilitasi dan Implementasi Langsung dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Rentan, Perempuan, dan anak pada Komunitas Desa-Kelurahan, serta Pengembangan TKLD di Berbagai Level.
Alamat
Kantor Bengkel APPeK
Jalan Raya Baumata Penfui Lingkungan Kampung Baru, RT 024/RW 011 Kelurahan Penfui, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang - Nusa Tenggara Timur