GELIAT LIFULEO MENUJU DESA WISATA BAHARI (BAGIAN I)

Dalam kesempatan tersebut, Lukas Abea, tokoh masyarakat desa setempat mengemukakan bahwa pantai Oesina yang lebih dikenal dengan pantai Air Cina mulai mengalami perkembangan yang ditandai dengan meningkatnya kunjungan dari wisatawan baik lokal maupun luar negeri dari waktu ke waktu. “Hampir tempat ini tidak mampu menampung kendaraan para pengunjung dihari libur. Pengunjung ramai datang ketempat ini karena merasa aman seperti tidak ada gangguan atau kecurian” sebut Lukas. Lanjut Lukas, duduk bersama antara pemangku kepentingan di Desa Lifuleo adalah hal yang paling penting untuk mengembangkan Lifuleo menjadi desa wisata bahari. “Kita ini Nefo dari dulu sampai sekarang. Nefo pada umumnya kita duduk sama-sama dan omong sama-sama.

Kalau Pemerintah dengan Bengkel APPeK sudah kerja sama dengan masyarakat, kita percaya bahwa kita akan bangun dan semakin kedepan” urainya. Hal senada juga disampaikan oleh Okto, tokoh masyarakarakat setempat. Okto menegaskan pentingnya membuat regulasi untuk mengatur daerah wisata Oesina. “Secara pribadi, saya juga bermimpi bahwa wilayah ini dijadikan tempat wisata. Kami masyarakat berpikir kesana tetapi perlu ada aturan-aturan desa. Sehingga kalau masyarakat disini bergerak tanpa aturan berarti tidak disalahkan. Kalau bisa pemerintahan desa mengambil satu kesepakatan untuk bergerak”.

Sementara itu dalam penjelasan kepada masyarakat yang hadir, Vinsen Bureni, Koordinator Umum Bengkel APPeK menegaskan bahwa ada tiga unsur utama dalam mengembangkan potensi wisata Oesina yaitu masyarakat Desa Lifuleo, pemerintah dan pihak ketiga. “Ada tiga komponen utama yang harus mampu membantu mengelolah potensi Oesina yaitu masyarakat sendiri, pemerintah dan pihak ketiga. Tetapi yang harus menerima manfaat pertama adalah masyarakat”. Lanjut Vinsen, “Sebelum orang lain dari luar mengatur Oesina, segera pemerintah desa bersama masyarakat mengatur Oesina. Pemerintah desa dan masyarakat serta pihak yang mau membantu harus segera membuat peraturan desa tentang desa wisata karena UU No. 06 Tahun 2014 sudah jelas memberikan kewenangan kepada Pemerintah Desa untuk mengelolah secara mandiri” sebutnya. *Vitto