Hadirnya Undang – Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, membawa angin segar bagi pemerintahan desa sebagai upaya penghargaan, penghormatan dan pengakuan pemerintah dalam memandirikan desa.
Hadirnya Undang – Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, membawa angin segar bagi pemerintahan desa sebagai upaya penghargaan, penghormatan dan pengakuan pemerintah dalam memandirikan desa. Desa sebagai unit pemerintahan terkecil yang dihidupi oleh suatu komunitas organik yang memiliki daya kemandirian mulai mendapatkan hak-haknya yang selama ini terabaikan melalui asas rekognisi, hak asal-usul desa dan melalui asas subsidiaritas. Dimana desa diberi keleluasaan untuk menyelenggarakan urusannya tanpa perlu intervensi dari supradesa.
Setidaknya ada empat urusan yang dipegang secara eksklusif oleh desa, yakni penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Regulasi baru ini memberi Hak dan kewenangan yang besar bagi pemerintah desa untuk mengelola wilayah dan aset, yang berdasar pada spirit kemandirian desa. Dalam Implementasinya tentu akan menjadi moment krusial bagi Pemerintah Desa untuk mewujudkan cita – cita Undang – undang Desa, untuk dapat menciptakan desa yang berdaulat, mandiri, dan demokratis.
Desa memiliki masyarakat, masyarakat memiliki desa. Desa memiliki masyarakat berarti desa ditopang oleh institusi lokal atau modal sosial. hal ini tercermin pada asas kekeluargaan, kebersamaan dan kegotongroyongan. Sementara masyarakat memiliki desa bisa disebut juga sebagai tradisi berdesa, atau menggunakan desa sebagai arena bernegara atau berpemerintahan oleh masyarakat. Dua sisi itu penting karena akan menjadi fondasi yang kokoh bagi desa yang kuat, maju, demokratis dan mandiri. Pada level yang lebih mikro, bermasyarakat dan berdesa itu menjadi energi utama bagi desa membangun, dan sekaligus menjadi faktor penting bagi keberhasilan dan kegagalan setiap jenis program pembangunan yang bekerja di desa. Argumen itu penting untuk memahami betap pentingnya satu tarikan nafas antara negara kuat, daerah kuat, desa kuat, masyarakat kuat, warga kuat.
Karena itu jargon “satu desa, satu rencana dan satu anggaran” merupakan semangat dan perspektif yang menonjol dalam UU Desa. Sejalan dengan prinsip kewenangan asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa diatur dan diurus sendiri oleh desa, perspektif “satu desa, satu rencana, satu anggaran”, maka Perencanaan Desa sebagai bentuk keputusan lokal merupakan jantung kemandirian desa. Desa mengambil keputusan bersama yang menjadi dasar pijakan bagi eksistensi desa yang bermanfaat untuk warga. Salah satu keputusan penting yang diambil dalam perencanaan desa adalah alokasi anggaran, khususnya ADD, yang tidak hanya untuk membiayai konsumsi pemerintah desa, bukan juga hanya untuk membangun prasarana fisik desa, tetapi alokasi untuk investasi manusia dan pengembangan ekonomi lokal yang berorientasi untuk penanggulangan kemiskinan.
Sejalan dengan pengakuan yang lebih besar dari negara, maka pendanaan untuk desa pun meningkat. Dana desa menjadi representasi dari pengakuan negara dari sisi penganggaran. Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Melalui dana desa, desa memperoleh pendapatan berlipat dari yang biasanya diterima selama ini.
Pasal 72 ayat (2) Undang-undang Desa mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengalokasikan dana desa kepada setiap desa administratif di Indonesia dengan besaran setidaknya 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah yang diberikan secara bertahap. Pada tahun 2015, pemerintah mengalokasikan Rp 20, 7 triliun untuk dana desa di mana setiap desa yang berjumlah 74.000 rata-rata menerima 280 juta yang dibagi dalam tiga tahap pencairan, dan pada tahun 2016 dana desa akan meningkat 2 kali lipat dari tahun sebelumnya.
Selain Dana Desa, desa juga menerima pendapatan dari pos lain berupa Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah, Bantuan Keuangan dari dari APBD Propinsi dan Kabupaten/kota, Pendapatan Asli Desa, dan Pendapatan Lain-Lain Yang Sah dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) yakni akuntabilitas, transparan, partisipatif, efektif, efisien, responsif, terbuka, dan sebagainya.
Kebijakan keuangan desa dan pembangunan desa menjadi sebuah landasan kuat untuk membangun desa untuk lebih maju dan mandiri. Kehadiran dana desa di Kabupaten Kupang tentunya menjadi harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat desa untuk menunjang pembangunan di desanya, dimana pada tahun 2015 rata-rata desa mendapatkan alokasi dana desa berkisar 275 juta – 300 juta perdesa sesuai dengan luas wilayah, jumlah penduduk miskin.
Berbagai tantangan yang dialami oleh pemerintah desa dan masyarakat pada tahun 2015 di beberapa kabupaten termasuk di NTT. Hal ini dapat dilihat dalam penyaluran ADD dari APBD yang rutin saja seringkali terlambat realisasi penyalurannya ke rekening desa. Apalagi untuk dana desa yang bersumber dari APBN pusat yang membutuhkan tambahan persyaratan teknis lainnya yang belum sepenuhnya dipahami dan dilaksanakan oleh pemerintahan desa.
Pemerintah pusat dan daerah mendesak agar dana itu segera dicairkan ke rekening desa namun disisi yang lain proses asistensi yang berkepanjangan dengan berbagai alasan teknis dan skill pemerintah desa hingga saat ini belum menunjukan tanda-tanda gerakan pembangunan desa yang signifikan. Oleh karena itu kesiapan dan keseriusan pemerintah kabupaten diharapkan lebih cepat dan tanggap dalam menanggapi rujukan UU Desa dan peraturan lainnya melalui Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan petunjuk teknis lainya. Selain produk aturan lokal daerah disiapkan, penting juga diikuti penguatan kapasitas dan pendampingan yang cepat untuk mendukung kerja-kerja kelembagaan lokal desa dalam mengelola pembangunan dan keuangan desa. Namun UU Desa bukan sekadar uang. Mulai dari misi, tujuan, asas, kedudukan, kewenangan, alokasi dana, tata pemerintahan hingga pembangunan desa, menunjukkan rangkaian perubahan desa yang dihadirkan oleh UU Desa.
Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai hambatan yang dialami baik secara administrasi maupun teknis yang sangat panjang yang menyebabkan pencairan dana desa terlambat yang berakibat pada keterbatasan waktu pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan, sehingga pengelolaan dana desa sebagian besar dilakukan pada pembangunan fisik, seperti pembangunan jalan. Hal ini disebabkan oleh karena perencanaan yang dimiliki desa kurang partisipatif. Walaupun dalam permendesa telah dijabarkan tentang prioritas pemanfaatan dana desa untuk pembangunan fisik dan pemberdayaan. Namun, karena terkejar oleh batas waktu (dead line) pengelolaan dana desa sehingga sebagian besar desa mengalokasikannya untuk pembangunan yang bersifat fisik yang menyebabkan kebutuhan bagi kelompok marginal, perempuan dan anak kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah desa.
Kedepannya adanya kebijakan keuangan yang lebih merata dan adil bagi masyarakat desa terutama bagi kelompok marginal, perempuan dan anak yang pada akhirnya harapan impian untuk mewujudkan desa mandiri dapat tercapai, selain itu juga kebutuhan perempuan dan anak dapat di penuhi.
Bengkel Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung
Tentang Kami
Kami adalah Organisasi Berbadan Hukum, Perkumpulan Nirlaba yang Melakukan Fasilitasi dan Implementasi Langsung dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Rentan, Perempuan, dan anak pada Komunitas Desa-Kelurahan, serta Pengembangan TKLD di Berbagai Level.
Alamat
Kantor Bengkel APPeK
Jalan Raya Baumata Penfui Lingkungan Kampung Baru, RT 024/RW 011 Kelurahan Penfui, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang - Nusa Tenggara Timur